Rabu, 13 April 2011

Inilah Imajinasi Gedung DPR Yang Baru



Inilah Imajinasi Gedung DPR Yang Baru-DEWAN Perwakilan Rakyat sepertinya sudah kebal kritik. DPR tak memedulikan saran, masukan, kritik, bahkan makian publik. Begitu deras dan kerasnya kritik publik terhadap rencana pembangunan gedung DPR, tapi DPR bergeming. Daripada lelah, gerah, dan jengah dengan ketulian DPR, barangkali lebih baik kita berpikir dari sebaliknya. Yaitu, mari memakai kacamata DPR. Hasilnya, yang tampak melalui kacamata itu, tak dinyana, kegigihan DPR membangun gedung baru senilai Rp1,6 triliun, yang dilengkapi dengan fasilitas spa dan kolam renang itu, merupakan salah satu bentuk konsistensi, bukan ketulian politik DPR. Semua itu justru gagasan cemerlang, sangat cemerlang, yang layak dicatat sejarah.

Fasilitas rekreasi dan relaksasi itu menjadikan Gedung DPR RI itu sebagai gedung parlemen pertama dan satu-satunya yang dibangun dengan filosofi yang mendalam, yaitu di belakang dan di depan pengabdian yang tulus kepada rakyat, bersemayamlah gairah penciptaan kembali (re-kreasi) dan pentingnya melepaskan energi-energi negatif (relaksasi). Siapa tahu, parlemen negara lain akan menyonteknya. Bahkan, akan semakin mengagumkan, bila fasilitas spa yang ada di gedung baru itu juga berbentuk paket yang terdiri dari luluran, jacuzzi, dan sauna. Toh, para anggota DPR bisa membicarakan masalah negara sambil luluran, berendam di jacuzzi, atau berhangat-hangat di tempat sauna.


Kolam renang yang dibangun pun harus dilengkapi berbagai fasilitas. Bukankah hanya orang dewasa yang layak berspa ria? Bukan cuma fasilitas spa dan kolam renang, bila perlu, gedung DPR yang baru juga dilengkapi dengan fasilitas kebugaran agar tubuh wakil rakyat tetap sehat. Bukankah mens sana in corpore sano? Gedung DPR yang baru perlu juga dilengkapi dengan salon. Dua layanan terpenting yang tersedia di salon adalah penghalusan wajah dan pembersihan telinga. Penghalusan wajah berguna agar anggota DPR tidak tebal wajah.

Segala macam pijat tersedia di sana. Dari pijat refleksi, siatsu, hingga kerokan bila masuk angin karena bergadang memikirkan dan memperjuangkan nasib rakyat. Anggota DPR tidak perlu merogoh kocek untuk menikmati semua fasilitas rekreasi dan relaksasi itu. Negara akan menyediakan ongkosnya dari APBN. Agar prorakyat, khusus Minggu semua fasilitas itu terbuka untuk rakyat. Dan rakyat pun bersorak-sorai, "Ayo rekreasi di gedung DPR!" Kita mendukung semua gagasan cemerlang itu.
Toh, tiada guna mengkritik DPR.

Meeting room



Meeting Room Pimpinan



Lobby Room




Ruang Kerja Anggota Parlemen





Sekretaris Cantik untuk Tiap Anggota Parlemen





Kolam Renang di Lantai Puncak



Sauna dan SPA





Relax Room/Garden Room






Cafe Executive & Restaurant




Perpustakaan Mini



Biokop Mini



DVD Shop


Salon kecantikan




Fitness Center



Barber Shop



Games Room



Praying Room/Musholla



Praying Room/Mini Kapel



Mini Golf



Mini Market



Man Boutique



Women Boutique



Massage Room



Luxury Toilet


Saat rakyat tercekik karena biaya hidup semua serba mahal, janji pemerintah Sekolah Geratis pun hanya bualan.
Mereka datang kunjungan ke daerah malah bikin repot warga nya.....

Rabu, 30 Maret 2011

Tulisan Bapak Katamsi Ginano Pasca Pemilukada Bolaang Mongondow 2011

Katamsi Ginano

 


Kronik Pilkada Bolmong (1): Mereka yang Bertekad Bertarung

DI SATU malam yang sudah lama, tapi belum terlalu lampau, saya mengetuk kediaman Salihi Mokodongan di Motabang, Lolak. Saya tiba selepas Isya, yang semestinya menjadi waktu istirahatnya.

Om Salihi –begitu saya menyapa dia—dan istrinya, Mama Da’a, segera menghidangkan kopi; dan (saya tahu belakangan) diam-diam meminta disiapkan makan malam untuk saya dan sejumlah adik-adik yang datang tanpa. Saya bertamu tidak dengan agenda khusus, kecuali ingin menyampaikan terima kasih atas ‘’kebesaran hati’’Om Salihi, langsung atau tidak, yang dia lakukan pada saya dan adik-adik dalam hampir tiga tahun terakhir.

Malam itu kami ngalor-ngidul belaka sambil menyantap ikan bakar dan kangkung cah. Sempat pula disinggung sesuatu yang pernah saya cetuskan begitu saja, bahwa dengan modal sosial, pengalaman sebagai entrepreneur otodidak, dan  kapital yang dia miliki, harusnya Om Salihi bisa diusung menjadi salah satu calon Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong) 2011-2016.

Seingat saya malam itu Om Salihi hanya tertawa dan berulangkali mengatakan ‘’Insya Allah’’ ketika saya menyampaikan bahwa dia lebih dari amat sangat layak untuk menjadi salah satu calon Bupati Bolmong. Rekam jejaknya mumpuni: dia ‘’anak orang susah’’ yang merintis usaha dengan dengkul berdarah-darah hingga memiliki puluhan kapal penangkap ikan sendiri. Dia aktif di organisasi kemasyarakatan (terutama Nahdlatul Ulama). Dia aktif di partai politik sebagai pengurus Partai Golkar (PG). Dan dia aktif menjadi aktor politik di setiap event politik di wilayah Bolmong.

Sebagai mahluk sosial, dia dikenal murah hati. Orang-orang tua yang saya temui di Lolak suka mengatakan bahwa setiap kali kapal penangkap ikan milik Om Salihi merapat, siapa pun boleh datang mengambil ikan untuk konsumsi di rumah. Itu cuma contoh kecil di mana dia mudah menerima siapa saja; dan mudah diterima oleh siapa saja.

Nah, sebelum saya terjebak memuji-muji Om Salihi setinggi langit –sembari merasa lidah saya mulai bercabang dan suara saya mendesis-desis--, kita hentikan saja daftar yang baik-baik itu. Sebab salah satu kelemahan fundamental dari Om Salihi justru adalah ‘’kebesaran’’ dan ‘’kebaikan hati’’-nya. Bukan sekali-dua dia menjadi tokoh yang sangat dibutuhkan di saat-saat tertentu oleh para politikus di Bolmong, setelah itu dilupakan dan diingat lagi bila diperlukan. Dan dia sama sekali tidak merasa dikecilkan.

***

Satu hari yang lain, juga di waktu yang belum terlalu lampau, saya makan malam dengan Didi Moha. Ketika itu dia sudah dilantik dan resmi menjadi anggota DPR RI dari Sulawesi Utara (Sulut). Di saat itu pula saya sudah dipersepsikan sebagai public enemy number one dari Bupati Bolmong, Marlina Moha-Siahaan, yang tak lain Ibu Kandung Didi Moha.

Yang mengagumkan dari Didi –yang saya kenal sebagai teman main adik-adik saya—dan almarhum ayahnya, Kuji Moha, adalah mereka terus menjaga silahturahmi dan tetap baik, kendati saya tanpa segan mengkritik ibu dan istri mereka. Saya menghormati sikap Didi dan almarhum ayahnya dengan tidak pula mencampur-adukkan urusan politik dan hubungan kekeluargaan antara kami.

Sebagai mahluk politik, Didi tentu bicara tentang dinamika politik; sedangkan saya sebagai mahluk yang ‘’sok tahu’’ politik, asyik mendebat dan sesekali ‘’berkhotbah’’ tentang situasi politik, terutama di Bolmong. Malam itu sungguh luar biasa, karena kami sempat memperbincangkan kemungkinan adanya orang muda –dalam konteks usia—maju sebagai kandidat Bupati Bolmong 2011-2016. Tentang hal ini sikap saya tegas: Saya mendukung 100 persen.

Kalau itu adalah Didi Moha, saya katakan, dukungan saya (sebagai anak Mongondow) tidak perlu diragukan. Dalam banyak hal saya mungkin berbeda pendapat dengan Ibunya, dalam posisinya sebagai Bupati Bolmong. Namun saya harus berpikir dan bersikap adil, bahwa Didi dan Ibunya adalah dua generasi yang berbeda. Dua orang yang sama sekali berbeda. Ibunya (sebagaimana ibu-ibu yang lain) mungkin memberikan sumbangsih besar terhadap prestasi politik Didi. Tapi pada akhirnya, Didi harus diberi kesempatan sebagai pribadi yang punya jalan pikiran, sikap, dan impian sendiri.

Pikiran dan sikap itu yang juga saya sampaikan pada Ibunya dalam dua kesempatan berbeda. Pertama, makan siang bersama, yang harus saya akui sebagai momen rekonsiliasi penuh kekeluargaan antara saya dan Bupati Bolmong setelah tidak bersepakat selama hampir 9 tahun. Dan kedua, makan malam bersama Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sehang Salim Landjar, yang ketika itu baru dilantik.

***

Di malam yang lain, juga di waktu yang belum terlalu lampau, saya makan malam dengan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Samsurijal Mokoagow, yang berniat pula mencalonkan diri sebagai Bupati Bolmong 2011-2016. Begitu Ka’ Sam (demikian saya memanggilnya) menyampaikan niatnya, saya bereaksi dengan sangat hati-hati.

Ada sejumlah alasan: Pertama, usianya masih muda dan karirnya di kepolisian cukup baik. Sebentar lagi, kalau tak ada aral melintang, Ka’ Sam sudah menyandang Komisaris Besar (Kombes). Kedua, dengan pengetahuan (sembari menjalankan tugas dia gigih menyelesaikan studi S1 dan S2) dan pengalamannya, masih dibutuhkan di ranah pengabdiannya saat ini, dan itu membanggakan orang Mongondow. Dan ketiga, di kalangan tertentu (terutama perkotaan Bolmong), Ka’ Sam bukan sosok asing. Namun untuk menjadi Bupati Bolmong, konstituen terbesar  yang harus dia rangkul berada di kawasan pedesaan yang tersebar di areal yang luas. Waktu yang dia butuhkan untuk mensosialisasikan diri sangat ketat dan melelahkan, bahkan bila dia didukung tim pemenangan yang kuat sekali pun.

Yang saya kagumi dari Samsurijal adalah sikapnya yang pantang menyerah ketika sudah mengambil keputusan. Lagipula, setelah menimbang-nimbang dengan saksama, tidak ada salahnya bila warga Bolmong umumnya akhirnya mengenal sosok-sosok Mongondow yang pantas dibanggakan karena kemampuan, prestasi, dan kontribusi mereka di luar daerahnya asal.

***

Akan halnya MS Binol dan Limi Mokodompit, saya tidak mengenal mereka secara pribadi. MS Binol saya ketahui sebagai mantan birokrat yang juga ayah kandung dari sahabat adik bungsu saya dan mertua dari seorang sahabat saya. Limi Mokodompit lebih sedikit lagi yang saya ketahui. Bahwa dia putra Mongondow yang jadi birokrat sukses di Papua. Itu saja.

Belakangan ketika ‘’musim kampanye’’ calon Bupati-Wakil Bupati Bolmong 2011-2016 berlangsung, saya kian mengenal dua sosok itu (dengan wakil yang mereka pilih). Kendati tidak pernah bertemu dan berkomunikasi langsung, saya akhirnya bisa membangun gambaran seperti apa para kandidat itu dipersepsikan oleh masyarakat Bolmong Induk.

Gambaran di benak saya tentu subyektif dan tak pantas dijadikan referensi. Tidak banyak jenius seperti penulis petualangan Winnetou dan Old Shatterhand di Amerika, Karl May, yang bisa meceritakan satu tempat atau sosok yang nyaris sempurna, padahal dia belum pernah menyambangi wilayah itu.***

Tulisan ini sudah dipublikasi di Harian Radar Totabuan, Senin (28 Maret 2011).

Kronik Pilkada Bolmong (2): Membaca Strategi dan ‘’Jurus’’

PROSES pencalonan kandidat Bupati-Wabup Bolmong 2011-2016 saya ikuti dengan keingintahuan membuncah, karena bisa menjadi indikator awal pemetaan terhadap peluang masing-masing kandidat.

Tatkala MS Binol dan Masni H Pomo mulai disebut-sebut memilih jalur independen, kemudian Limi Mokodompit dan Meidy Pandeirot resmi mendapatkan partai pengusung, saya menyimpulkan: Pertama, mereka solid dan sudah mempersiapkan diri sejak lama (termasuk sumber dana). Dan kedua, mereka jeli ‘’mencuri’’ waktu karena bisa lebih lama bersosialisasi ke konstituen.

Walau di sisi lain langkah cepat yang diambil oleh dua pasang kandidat itu juga bisa ditafsirkan sebagai ketergesa-gesaan dan kepercayaan diri berlebihan yang umum diidap politikus amatir di Indonesia. Biasanya politikus jenis ini seperti mesin yang cepat panas, tetapi juga bisa segera dingin dan bahkan mogok.

***

Salihi Mokodongan, seperti juga  Moha, adalah kandidat yang diuntungkan karena tidak terlampau sulit mendapatkan partai pengusung –kendati dalam konteks ini Limi Mokodompit yang paling unggul. Salihi yang dekat dengan berbagai kalangan, termasuk elit Partai Amanat Nasional (PAN) di Sulut, membuat dia segera dilirik sebagai alternatif utama. Setelah PAN, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerindra juga menyampaikan minat menjadi pengusung.

Di atas kertas suara PAN, PKS, dan Gerindra sudah mencukupi. Yang saya ketahui, berdasarkan berbagai pertimbangan yang tidak hanya bersifat politis, tokoh-tokoh di belakang Salihi juga mendekati PDI Perjuangan yang memberikan respons positif. Hanya diperlukan tiga-empat pertemuan sebelum diputuskan PAN, PKS, PDI Perjuangan, dan Partai Damai Sejahtera (PDS) yang bergabung setelah Gerindra batal, memutuskan mengusung  Salihi dan Yani Tuuk sebagai calon Bupati-Wabup Bolmong 2011-2016.

Didi Moha sedikit lebih kompleks. Sekali pun sudah dipastikan akan diusung oleh PG (partai mayoritas di DPR Bolmong), hingga sepekan sebelum pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bolmong, sepengetahuan saya masih mempertimbangkan calon wakil yang akan dipilih.

Putusan yang diambil PG, Didi, dan tim di belakangnya sangat diluar dugaan. PG yang berkoalisi dengan Partai Demokrat (PD) secara mengejutkan memilih Norma Makalalag sebagai calon Wabup. Ada tiga aspek yang saya cermati: Pertama, Norma berlatar birokrat murni dengan rekam jejak yang relatif biasa saja. Kedua, dia tidak berasal dari daerah yang saat ini masuk wilayah Bolmong Induk. Dan ketiga, dia sama sekali tidak dikenal bergiat di aktivitas yang menghasilkan modal sosial dalam bentuk hubungan baik atau popularitas.

Calon terakhir yang kemudian lolos verifikasi KPU, Samsurijal Mokoagow dan pasangannya, Nurdin Mokoginta, adalah yang paling berat melalui tahapan pencalonan. Hingga mendaftar ke KPU, pasangan ini masih bersikutat dengan persyaratan dasar: dukungan partai pengusung.  Praktis saat pasangan lain sudah bekerja di tengah para pemilih, mereka masih disibukkan dengan pemenuhan kelengkapan administrasi.

***

Cermatan terhadap proses pencalonan lima pasang calon Bupati-Wabup Bolmong 2011-2016 membuat kita bisa mengkonklusi beberapa simpulan: Pertama, ada calon yang sejak awal memang siap, solid, memiliki tim dan dilengkapi strategi memadai. Yang masuk kategori ini adalah (agar adil diurut berdasarkan alfabet) Didi Moha-Norma Makalalag, Limi Mokodompit-Meidy Pandeirot, dan Salihi Mokodongan-Yani Tuuk. Kedua, pasangan yang tergesa-gesa dan hanya berbekal keyakinan semata, yaitu MS Binol dan Masni H Pomo. Dan ketiga, pasangan yang kurang siap, kurang solid, serta tidak didukung tim dan strategi memadai, yaitu Samsurijal Mokoagow-Nurdin Mokoginta.

Dengan peta dasar seperti itu, pertanyaan kemudian, bagaimana para kandidat dan orang-orang di belakangnya merumuskan strategi dan implementasinya untuk memenangkan pilihan konstituen? Sejujurnya, hanya dengan melihat proses awal pencalonan masing-masing pasangan itu, sesaat setelah KPU selesai melakukan verifikasi, setiap kali membicarakan dinamika politik Pilkada Bolmong, saya mengatakan kompetisi ini boleh jadi hanya untuk tiga pasangan saja, yaitu: Didi Moha-Norma Makalalag, Limi Mokodompit-Meydi Pandeirot, dan Salihi Mokodongan-Yani Tuuk. Itu pun dengan catatan tidak ada evaluasi dan re-organisasi radikal yang dilakukan Samsurijal Mokoagow-Nurdin Mokoginta terhadap tim pemenangannya.

Bagaimana kesiapan tiga pasangan itu dan tim di belakangnya? Mari kita lihat satu per satu.

Tim di belakang Didi Moha dan Norma Makalalag adalah sejumlah politikus dan anak-anak muda yang berpengalaman minimal sejak memenangkan Marlina Moha-Siahaan sebagai Bupati Bolmong di masa jabatan kedua (2006-2011), serta mengantar Didi Moha ke kursi DPR RI.

Selain tim kuat, Didi dan pasangannya juga memiliki modal politik dan sosial kokoh, karena posisinya Ibunya yang masih menjabat Bupati Bolmong. Serta, yang tak kurang penting, perolehan suaranya di Pemilu Legislatif 2009 lalu di wilayah Bolmong. Itu sebabnya tidaklah heran bila sejumlah survei awal yang dilakukan oleh beberapa lembaga kredibel menunjukkan Didi Moha didukung tak kurang 47 persen pemilih di Bolmong. Keunggulan ini masih ditopang dukungan konsultan politik yang punya nama besar.

Hanya dengan mempertahankan modal awal yang dia miliki, Didi Moha dan pasangannya sebenarnya sudah berada di ‘’jalan tol’’ ke kursi Bupati-Wabup Bolmong 2011-2016.

Masalahnya, strategi yang akan diimplementasinya oleh pasangan ini dan timnya sudah bisa diduga sejak awal. Mereka pasti menggunakan ‘’jurus’’ yang sama, yang sudah terbukti ampuh di Pilkada 2006 dan Pemilu Legislatif 2009.

Sayangnya strategi dan ‘’jurus’’ yang sama juga khatam diketahui tim di balik pasangan Limi Mokodompit-Meidy Pandeirot. Pitres Sombowadile yang kerap dikutip selama tiga bulan terakhir sebagai konsultan pasangan ini, adalah mantan ‘’orang dekat’’ Bupati Marlina Moha-Siahaan, yang juga terlibat intens saat Didi Moha mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI.

Faktanya, diakui atau tidak, dua pasangan itu dan tim-nya nyaris merumuskan dan mempraktekkan strategi yang sama. Bahwa strategi dan implementasi tim di belakang Limi dan pasangannya lebih efektif, sesungguhnya bukan karena orang-orang di balik pasangan ini lebih baik; tapi karena faktor lain yang akan kita bahas kemudian.

Berbeda dengan dua pasangan itu, tim di balik pasangan Salihi Mokodongan-Yani Tuuk adalah orang-orang yang sejak lama diketahui berada di jalur yang berbeda dengan mainstream politik  di Bolmong yang dilembagakan oleh tokoh seperti Marlina Moha-Siahaan dan sejumlah elit politik lain dari generasi di atasnya. Mereka umumnya adalah politikus muda atau sejumlah praktisi dan pemikir yang lebih independen; berpengalaman memenangkan kompetisi politik di luar arus utama praktek politik di Bolmong; dan yang terpenting: mereka umumnya adalah orang-orang dengan latar belakang lokal yang kuat.

Keunggulan lain yang kurang diperhitungkan (atau diperhitungkan tetapi tidak dengan sangat serius) oleh kandidat lain adalah basis massa riil Salihi Mokodongan yang sangat kuat di Lolak dan sekitarnya; serta Yani Tuuk di wilayah Dumoga, lebih khusus lagi di kalangan warga Kristiani. Apalagi Salihi, basis massanya terbentuk bukan karena sentimen politik, melainkan atas kekuatan aktivitas dan hubungan sosialnya sebagai pribadi, di mana daya rekat dan solidaritasnya tidak mudah digoyahkan.***

Artikel ini sudah dipublikasi di Harian Radar Totabuan, Selasa (29 Maret 2011).

Dan Pemenangnya adalah...: Tukang Jual Tude'!

''I was so naive as a kid I used to sneak behind the barn and do nothing.''
(Johnny Carson)


DINASTI politik yang berjaya di Bolmong selama hampir 10 tahun terakhir, Selasa (22 Maret 2011), tumbang sudah. Putra Bupati incumbent, Marlina Moha Siahaan, Didi Moha dan pasangannya, Norma Makalalag, yang berkompetisi untuk kursi Bupati-Wakil Bupati 2011-2016, secara mengejutkan berada di urutan ketiga (di semua versi perhitungan tidak resmi, sebab yang resmi adalah hasil pleno Komisi Pemilihan Umum --KPU) di bawah Limi Mokodompit-Meidy Pandeirot dan ''sang juara'' Salihi Mokodongan-Yani Tuuk.

Pilkada Bolmong 2011-2016 sejatinya diikuti lima pasang: Salihi Mokodongan-Yani Tuuk yang diusung PAN, PKS, PDI Perjuangan, dan PDS; Limi Mokodompit-Meidy Pandeirot yang diusung PKB, Barnas, Hanura, dan PKPB; MS Binol-Masni H Pomo dari independen; Didi Moha-Norma Makalalag (Partai Golkar dan Partai Demokrat); serta Samsurijal Mokoagow-Nurdin Mokoginta yang diusung PPP, Gerindra, dan sejumlah partai non parlemen. Di antara kelima pasang kandidat ini, hingga tiga hari menjelang Pilkada dilaksanakan, dua diantaranya --Limi-Meidy dan Didi-Norman-- dengan lantang sesumbar bakal jadi pemenang lewat pernyataan dan iklan di media massa terbitan Sulut. Angka kemenangan yang diramalkan pun tak main-main: di atas 40 persen.

Begitu yakinnya dua pasangan ini hingga konsultan pemenangan salah satu kandidat bahkan berani menjamin hanya ''tsunami politik-lah'' yang bisa mengubah hasil yang mereka prediksi. Keyakinan ini, dari sudut pandang ilmu politik dan fakta permukaan, tidak berlebihan (walau terlampau sombong dan menganggap remeh) karena hasil survei yang dilakukan berulang kali memang demikian adanya. Sebagai konsultan yang menggunakan metode, indikator, dan tata cara ilmiah lainnya; tentu mereka mendapatkan angka-angka prediksinya bukan dari tuyul (untunglah kebanyakan tuyul di Bolmong saat ini sedang sibuk beroperasi di Kota Kotamobagu) atau terawangan ''tukang ba obat'' di Pasar 23 Maret.

Saya, yang terus mengikuti hiruk-pikuk Pilkada Bolmong kendati tak berada di Indonesia, awalnya sama percaya dengan para konsultan politik itu. Walau dengan perkiraan yang lebih konservatif dan hati-hati, bahwa pasangan mana pun yang menang, selisih dengan pesaing terdekatnya tidaklah besar.

Belakangan saya merevisi keyakinan itu, terutama tiga pekan menjelang Pilkada berlangsung. Saya berubah pandangan setelah menemukan bahwa warga Bolmong Induk, yang mayoritas sebenarnya sudah menjatuhkan pilihan, cenderung men-service konsultan politik yang menyambangi mereka. Dengan kata lain mereka memberikan jawaban yang ingin di dengar oleh para surveyor dan menyembunyikan jawaban yang memang mereka inginkan.

Maka itulah yang terjadi. Kandidat yang sebenarnya memiliki modal politik sangat kuat seperti pasangan Didi Moha-Norma Makalalag (kurang apa pasangan ini? Didi adalah anggota DPR RI dari PG yang mendapat suara sangat besar di Pemilu Legislatif 2009 lalu; dan dia adalah pula putra Bupati incumbent). Ditebas hanya satu putaran oleh pasangan Salihi Mokodongan-Yani Tuuk, yang sejak awal dianggap sekadar ''anak bawang'' yang maju ke Pilkada karena punya uang (anggapan yang sepenuhnya keliru).

Adalah sangat menarik mencermati pasangan Salihi Mokodongan-Yani Tuuk. Menurut pandangan saya, mereka (sama dengan Limi Mokodompit-Meidy Pandeirot) merepresentasi Bolmong Induk saat ini yang kaya nuansa. Ada orang Mongondow, ada keturunan Minahasa, Bali dan Jawa (yang umumnya bermukim di wilayah Dumoga dan Pesisir Utara), ada Bugis, dan aneka etinis lain yang sudah melebur menjadi Mongondow. Lebih menarik lagi terutama karena sejak awal Salihi Mokodongan telah menjadi bahan spekulasi dan cemooh tim pemenang kandidat yang lain.

Tak perlu ditutup-tutupi, selama sebelum pencalonan dan masa kampanye (bahkan setelah terpilih dengan angka mutlak), Salihi selalu dianggap sebagai nelayan bodoh (yang hanya lulus Paket C), yang lebih tepat mengurusi pajeko dan ikan tude' saja daripada jadi calon Bupati. Orang-orang pintar dan para aktivis itu lupa, dibanding empat pasangan calon yang lain, Salihi sebenarnya yang sudah terbukti sebagai sosok pekerja paling keras, jujur, dan pintar.

Salihi yang menyelesaikan pendidikan SMU-nya belakangan, setelah sudah memiliki kehidupan mapan, adalah pekerja keras karena merangkak dari buruh angkut hingga menjadi juragan armada kapal penangkap ikan. Jujur karena yang paham dunia bisnis tahu persis, hanya mereka yang bisa dipercaya yang mampu mengembangkan usahanya dari modal dengkul. Dan pintar sebab bukan urusan sepele memimpin puluhan kapal penangkap ikan dan ratusan pekerjanya; serta memenej produksi ikan yang menuntut kehati-hatian sebab lengah sedikit ratusan ton tangkapan bisa busuk dan cuma berakhir jadi makanan kucing atau campuran pakan ayam.

Yang menyedihkan saya, pandangan remeh terhadap Salihi Mokodongan-Yani Tuuk berlanjut bahkan setelah terbukti bahwa mereka berhasil meraup suara pemilih di atas 40 persen (bandingan dengan Limi Mokodompit-Meidy Pandeirot yang berada di kisaran 26-27 persen serta Didi Moha-Norma Makalalag yang memperoleh24-25 persen). Pasangan ini dituduh mempraktekkan politik uang (money politic) secara massif dan terstruktur.

Kali ini izinkan saya membela Salihi Mokodongan-Yani Tuuk (yang ingin berdebat silakan, tetapi hati-hati agar jangan sampai telunjuk berakhir di biji mata sendiri).

Diperlukan infra struktur sosial seperti apa untuk mendistribusikan uang kepada sekitar 20-30 ribu pemilih bahkan bila itu dilakukan satu pekan sebelum Pilkada? Kalau satu orang bisa mendekati 100 orang, maka paling tidak perlu 200-300 orang untuk melakukan itu. Tentu ini perkara gampang bila semua orang dikumpulkan di lapangan sepakbola atau di Balai Desa dan duit dibagikan. Beres. Tapi kalau itu dilakukan, saya bisa membayangkan bagaimana senangnya wajah anggota Panwas, polisi yang aktif mengawasi pelaksanaan Pilkada, aparat birokrasi yang jelas-jelas dibawah tekanan incumbent, serta tentu saja tim pemenangan kandidat lain yang bagai mendapat durian runtuh.

Jadi tuduhan money politic jelas alasan orang kalah yang berusaha menutup malu dengan menuding-nuding jidat sendiri.

Perkara massif dan terstruktur, ini lebih tidak masuk akal lagi. Siapa Salihi Mokodongan? Siapa Yani Tuuk? Yang bisa melakukan kecurangan massif dan terstruktur hanyalah kandidat atau orang-orang di belakangannya yang memiliki kendali langsung dan penuh terhadap mesin sosial paling efektif: birokrasi dan perangkatnya. Kita semua tahu siapa kandidat yang didukung oleh mesin tersebut.

Sebab itu, salah seorang elit Partai Golkar, Jumat (25 maret 2011), mengakui bahwa kemenangan Salihi Mokodongan-Yani Tuuk sulit untuk diperdebatkan. Bahkan bila ada gugatan, dengan alasan yang hanya dicari-cari dan dikais-kais, dampaknya justru bukan pada pasangan ini. ''Kalau yang terburuk adalah Pilkada ulang, hasilnya bisa jadi Salihi-Yani malah akan menang di atas 75 persen,'' katanya.***

 

Tiga Perkara dari Para Pecundang

SUNGGUH mengejutkan perkembangan Bolmong setelah Pilkada Selasa, 22 Maret 2011.

Di akhir pekan ini, sejak Jumat (25 Maret 2011) saya menerima sejumlah SMS dan telepon yang menginformasikan dinamika terakhir di tengah masyarakat, terutama berkaitan dengan manuver tim pemenangan dan pendukung kandidat yang kalah. Di sisi lain, masyarakat banyak yang terlibat sebagai pemilik suara, justru umumnya menerima hasil Pilkada tanpa banyak cingcong, apalagi mengancam-ngancam bakal menggungat dan bikin rusuh.

Ada setidaknya tiga isu yang menarik perhatian saya (walau sebenarnya tidak penting dan tak perlu ditanggapi. Tapi karena ini libur akhir pekan, apa salahnya saya meluangkan sedikit waktu untuk ''menunjukkan jalan yang benar'' pada beberapa orang yang patut dikasihani karena membodoh-bodohi diri sendiri). Di luar itu, isu sepele yang disampaikan, yang segera saya lepehkan adalah gigihnya salah satu anggota tim pemenangan pasangan Limi Mokodompit-Meidy Pandeirot, Pitres Sombowadile, menuduh pasangan Salihi Mokodongan-Yani Tuuk melakukan kecurangan lewat politik uang.

Sekadar memuaskan ego (sebagai orang Mongondow, saya berhak bicara. Pitres saja yang entah orang apa boleh bicara, masak saya tidak?), saya ingin memberikan sedikit saran pada Limi Mokodompit. Pertama, anggap saja Pitres sedang mengigau. Dia masih mencari-cari celah untuk membenar-benarkan kekeliruannya memberikan saran (atau apapun itu) dengan menyalahkan pasangan lain, dan di saat bersamaan mempertahankan pekerjaan sebagai ''konsultan''. Pak Limi, Anda hanya akan keluar biaya semakin banyak dengan hasil yang mungkin sama: Nol. Dua, saya kagum pada Pitres yang bisa tanpa tahu malu menuding kiri-kanan, sementara di saat bersamaan lupa bahwa dia pernah bersama-sama dengan sebuah tim yang secara terang-terangan dan brutal melakukan kecurangan (yang saat ini dia persoalkan --kalau pun itu benar) di masa lalu.

Dan ketiga, saya kagum pula pada pasangan Limi Mokodompit-Meydi Pandeirot yang sepengetahuan saya berpendidikan cukup tinggi, karena percaya pada orang yang track record-nya tidak lebih dari seorang tukang klaim. Saya bisa menunjukkan dalam sejarah saya mengenal Pitres, hampir tidak ada capaian yang benar-benar datang dari ide dan kerja kerasnya. Dan memang, untuk perkara ''curi-mencuri prestasi'' saya belum pernah mengenal sosok lain yang lebih hebat dari Pitres.

Urusan Pitres yang sangat tidak penting sampai di situ saja. Sebab kalau saya berpanjang-panjang, nanti dia merasa besar kepala dan mencari-cari cara pula agar kami bisa berpolemik (yang tentu saja tidak bakal dia menangkan).

Kembali pada tiga isu yang menarik perhatian saya, agar jangan jadi tanda-tanya, yang dimaksudkan adalah: Pertama, kabar bahwa seorang Kepala Dinas di Bolmong melakukan berbagai aksi (bahkan sudah patut diduga masuk kategori pidana) berkaitan dengan membangun opini bahwa ijazah Paket C Salihi Mokodongan tidak sah. Dua, demonstrasi menuntut Pilkada ulang di Bolmong yang dipimpin Effendi Abdul Kadir dan adanya laporan soal ijazah Salihi Mokodongan ke Polres Bolmong seorang PNS yang ''katanya' eks aktivis. Dan ketiga, bisik-bisik adanya upaya menggerakkan demonstrasi yang akan dipimpin oleh Benny Rhamdani.

Mari kita bahas urusan ini satu per satu, dimulai dengan isu pertama. Saya percaya sepenuhnya bahwa informasi yang saya terima benar adanya, apalagi orang yang ''diculik'' dan diancam oleh sang Kepala Dinas sudah menjalani pemeriksaan polisi pada Sabtu (26 Maret 2011). Saya bersimpati pada orang yang dianiaya itu, tetapi saya juga tiba-tiba merasa amat sangat kasihan pada si Kepala Dinas yang dikenal sebagai salah satu orang sangat dekat Bupati Bolmong saat ini.

Saya tidak tahu apakah yang dia lakukan adalah ekspresi kesetiaan pada Bupati Marlina Moha-Siahaan, dan karenanya si Kepala Dinas merasa harus berbuat sesuatu untuk menunjukkan dukungannya terhadap kekalahan putra junjungannya; atau memang pada dasarnya si Kepala Dinas cuma punya satu resep ampuh hingga mencapai jenjang karir saat ini, yaitu menjilat dengan membabi-buta. Mempersoalkan ijazah Salihi Mokodongan jelas tidak akan mengubah hasil Pilkada. Saya hampir yakin bahwa setelah KPU melakukan pleno, bila ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi, maka yang akan diterima hanyalah yang berkaitan dengan proses Pilkada. Urusan ijazah, bisa ke pengadilan pidana, perdata, atau PTUN. Di saat yang sama, bila Pilkada tidak diulang atau dibatalkan, Bupati-Wabup terpilih pasti akan dilantik.

Seperti apa nasib si Kepala Dinas nanti? Saya serahkan pada kreativitas imajinasinya untuk membayangkan apa yang akan dia pikul. Yang jelas, menurut informasi yang saya dapatkan, pelanggaran si Kepala Dinas sebagai birokrat sudah bertumpuk-tumpuk dan cukup untuk menyeret dia ke penjara. Bupati-Wabup terpilih tentu akan bekerja dengan profesional, adil, dan bijaksana; terutama mengusut semua kutu dan bangsat di dalam birokrasi Bolmong, saat mereka mulai menjalankan tugasnya.

Yang dilupakan pula oleh si Kepala Dinas yang --apa boleh buat dengan sedih saya harus bilang-- berotak udang itu adalah: memangnya cuma dia dan para pendukung calon yang kalah yang punya amunisi. Setahu saya hanya tinggal menunggu waktu akan ada laporan ke polisi bahwa ada konspirasi ijazah sarjana palsu dan penerimaan PNS dengan ijazah abal-abal di Bolmong. Yang terlibat adalah seorang PNS yang lulus SMU pada 2008 dan kemudian diterima sebagai PNS di 2010 untuk formasi sarjana.

Di belahan dunia mana pun, sejenius-jeniusnya seseorang hampir mustahil dia bisa menyelesaikan gelar sarjana hanya dalam waktu dua tahun.

Saya sebenarnya menuliskan informasi itu dengan kesedihan, karena betapa teganya orang membuka ''kotak pandora'' yang justru bisa membuat Bupati saat ini, Marlina Moha-Siahaan, kehilangan muka dan kredibilitas. Padahal, dalam pandangan saya, adalah sangat terhormat bila kita mengakhiri masa kepemimpinannya dengan mendudukkan dia sebagai tokoh yang patut diberi kehormatan.

Isu pertama itu terkait dengan isu kedua, tetapi dengan penekanan pada aspek lain, yaitu betapa tidak tahu dirinya orang-orang yang ge-er  mencari-cari muka ke Bupati Marlina Moha-Siahaan. Demo yang meminta Pilkada Bolmong diulang, yang dipimpin orang yang bukan penduduk Kabupaten Bolmong, cuma menunjukkan bahwa kelompok ini sudah kehabisan cara yang lebih pintar dalam menjilat. Sama halnya dengan PNS yang ''gatal'' melaporkan masalah ijazah Salihi Mokodongan ke polisi. Tidakkah terpikirkan di kepalanya yang berisi kacang polong itu, bahwa dia bisa terkena sanksi berlipat-lipat, termasuk pidana? Sebagai PNS dia bisa terkena sanksi karena terlibat politik praktis; dan sebagai pribadi bisa terkena ancaman pidana.

Dan isu ketiga, ancaman demo yang akan dipimpin Benny Rhamdany, sebenarnya juga terkait dengan isu kedua. Siapa Benny Rhamdani? Apakah dia penduduk Bolmong yang punya dan menggunakan hak pilih di Pilkada lalu; atau sekadar anggota tim pemenangan? Kalau karena sekadar anggota tim pemenangan, saya hanya bisa menasehati: ''Sudahlah, Ben, kalah memang pahit. Tapi itulah pilihan orang banyak. Tidak usah pakai ancam-ancaman dan demo segala, sebab kalau pengaruh Anda sehebat yang Anda kira, kandidat yang Anda dukung pasti menang.''

Yang menguatirkan saya, kalau sesumbar omong-kosong seperti yang suka dilakukan Benny Rhamdani tidak di-rem, bagaimana bila sekitar 50 ribu orang yang mendukung Salihi Mokodongan-Yani Tuuk marah dan juga ingin melakukan aksi tandingan? Lebih penting lagi, sebagai orang yang dalam status tahanan luar karena perkara pidana SPPD fiktik yang masih dalam proses, Benny tentu tidak bodoh hukum dan tahu pasti, polisi sebenarnya sudah berhak menjobloskan dia ke dalam penjara bahkan sekali pun baru menggumbar ancaman.***

Kisah Ketololan, Ikan Paus dan Tude'

HARIAN Radar Totabuan Selasa (29 Maret 2011) menurunkan setidaknya dua berita yang saling terkait. Pertama, dugaan penculikan terhadap salah seorang pengelola Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Monompia, Maryani Masagu. Kedua, pernyataan Ketua Forum Pemuda Peduli Bolmong (FP2BM), Roni F Mokoginta, berkaitan dengan ‘’kejahatan ijazah’’ dari salah satu calon Bupati Bolmong 2011-2016, yang Senin (28 Maret 2011) lewat pleno KPU sudah ditetapkan sebagai Bupati terpilih.

Mari kita taruh saja masalah ini di atas meja. Ijazah yang dipersoalkan adalah tanda lulus Paket B dan C milik Salihi Mokodongan, yang sangkarutnya sebenarnya sudah mulai berkelindang sejak sebelum pendaftaran resmi calon Bupati-Wabub Bolmong 2011-2016 berlangsung.

Muasalnya adalah: Apakah ijazah itu benar dan didapat sesuai dengan semua aturan yang disyaratkan? Pertanyaan lanjutannya adalah: Apakah Salihi Mokodongan mengikuti pendidikan luar sekolah untuk mendapatkan ijazah itu demi mencalonkan diri sebagai Bupati; atau karena dia memang terpanggil menyelesaikan pendidikan yang terputus di masa kecil dan remaja karena kehidupan yang tak ramah padanya?

Dua pertanyaan itu adalah akar soal yang harus dijawab sebelum siapa pun berspekulasi sesuka-suka mimpinya sendiri hingga berliur-liur.

Tanpa bermaksud membela Salihi Mokodongan, ijazahnya tentu didapat sesuai proses dan aturan yang benar. Saya langsung menyakini itu saat melihat yang menanda-tangani ijazahnya adalah Hamri Manoppo yang saya kenal bukan hanya sebagai guru (wali kelas malah) di SMA, tetapi juga seorang Paman dari sisi Ibu saya.

Saya percaya Hamri bukan jenis orang yang mudah makan suap dan kemudian memelintir sesuatu yang melawan aturan, apalagi yang berkaitan dengan pendidikan –ruh yang menyertainya sejak lahir, sebagai anak seorang guru yang menyelesaikan pendidikan guru di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Manado, lalu melanjutkan tradisi ayahnya, menjadi guru, sebelum pindah ke birokrasi pemerintahan. Saya percaya Hamri yang kini jadi birokrat teras di Kota Kotamobagu masih seperti yang saya kenal sejak masa kanak, yang bisa memberikan nilai rendah bila saya sedang keluar tololnya, padahal sehari-hari kami bukan hanya bertemu di sekolah tapi ngelayap bersama-sama hingga ke kebunnya di Tumuyu’.

Akan halnya apakah Salihi ‘’mengurus’’ ijazah demi mencalonkan diri jadi pejabat publik, melihat tahun dia mengikuti pendidikan di Monompia, kita semua bisa mengambil simpulan: ketika itu mimpi jadi Bupati pun saya kira masih dianggap inimbalu’ belaka. Di 2008 lalu siapa yang berani meramal tukang jual tude’ seperti Salihi Mokodongan bisa diusung jadi Bupati Bolmong?

Karenanya, tibalah kita pada dua hal yang menjadi pokok dari tulisan ini. Pertama, dugaan penculikan Maryani Masagu. Apa pun alasan yang dikemukakan oleh orang-orang yang terkait dengan masalah ini, substansi masalahnya adalah ‘’cari perkara’’ dan kebodohan seorang Kepala Dinas Pendidikan (Diknas) Bolmong.

Kalau Maryani ‘’diundang’’ (paksa atau sukarela) menemui Bupati Bolmong untuk mengklarifikasi ijazah Salihi Mokodongan, mengapa baru setelah dia menang mutlak di Pilkada Selasa (22 Maret 2011) lalu? Kemana saja Kepala Diknas dan seluruh aparatnya selama ini? Apa sibuk berkampanye mendukung salah satu calon seperti kebiasaan yang dia praktekkan sejak Pemilu Legislatif 2009 lalu?

Saya sedih membayangkan bagaimana Bupati Marlina Moha-Siahaan dijerumuskan oleh orang seperti Kepala Diknas. Orang-orang seperti inilah yang saya caci sejak Sembilan tahun lalu. Mereka yang mengambil keuntungan dari Bupati dengan segala cara. Orang-orang yang tidak punya niat baik, terhadap Bupati dan orang lain –andai ijazah Salihi Mokodongan bermasalah sejak awal, mengapa dia sebagai Kepala Diknas tidak bertindak untuk mengingatkan sejak mula? Utamanya sebagai pengejawantahan (kata ini adalah sebenar-benar bahasa para birokrat) pertanggungjawaban terhadap tugas dan kewajibannya.

Etika, moralitas, dan profesionalitas-nya sebagai pribadi dan Kepala Diknas jelas bukan hanya nol, tapi minus. Dan birokrat jenis ini hanya cocok berada di dua tempat: penjara atau dilempar ke tong sampah. Sebab selain tak becus, dia juga korup. Sudah pengetahuan umum dua aspek ini sangat karib. Jadi, Kadis Diknas, tunggu saja giliran Anda.

Bagaimana dengan Ketua Forum Pemuda Peduli Bolmong (FP2BM), Roni F Mokoginta? Begini saudara, saya hanya ingin menyampaikan sedikit saja, sebab saya tidak yakin keluasan pengetahuan Anda cukup untuk menangkap hal yang lebih banyak dan kompleks.

Asumsikan saja bahwa ijazah Salihi Mokodongan pantas dipertanyakan; lalu bagaimana dengan hal segawat PNS yang diterima dengan status sarjana, sementara dua tahun sebelumnya dia baru menyelesaikan pendidikan SMU? Setahu saya untuk menyelesaikan SD cukup banyak anak Indonesia yang hanya memerlukan waktu 4-5 tahun, SMP cukup dua tahun, dan SMU juga dua tahun, karena kepintaran dan pendidikan di Indonesia memberi peluang lewat akselerasi. Tapi  apakah mungkin menyelesaikan pendidikan sarjana ekonomi dalam dua tahun? Pemenang Nobel Ekonomi seperti John Forbes Nash, Jr pun barangkali angkat tangan bila dicecoki 143 SKS hanya dalam waktu dua tahun.

Saya berani bertaruh dengan Anda, Ketua FP2BM, sarjana ekonomi yang kini PNS di Bolmong itu (dan Anda, yang ‘’katanya’’ memantau Bolmong, pasti tahu persis siapa yang saya maksudkan) pasti kebingungan bila saya tanyakan siapa Adam Smith atau Maltus. Bisa jadi dia mengira itu sejenis merek pakaian atau shampoo keluaran terbaru.

Jadi ketimbang Anda sibuk mengurusi tude yang jauh di ujung horizon,  sementara ikan paus di depan mata pura-pura tak tampak, yang terbaik adalah menutup mulut dan minta maaf. Sebab bila segala cacian dan tuduhan yang sudah disemburkan tidak terbukti, bukankah ada pasal pidana yang bisa menjerat Anda?***

Senin, 28 Maret 2011

Arti Sahabat





















Hai teman2....arti sahabat menurut saya seperti yg dibawah ini, tapi kalau teman2 punya pendapat lain jangan lupa dikomen yachhh....

1. Tidak melihat Derajat/Agama


2. Melihat sahabatnya apa adanya

3. Selalu ada kalau sahabat lagi butuh
4. Tidak cuma disaat senang aja, tapi disaat sedih juga
   
5. kalau sahabatnya lagi ada masalah siap untuk membantu
6. Saling terbuka satu sama lain tapi bila benar2 privacy tidak perlu di katakan 

7. Teman yang benar-benar dekat sampai tahu hal-hal kecil tentang kita
8. Teman dalam suka dan duka, tapi tahu batas dimana suatu saat ketika teman dapat masalah, kita harus membiarkan dia mengatasi masalahnya sendiri agar teman tersebut tumbuh lebih matang dan mandiri 

9. Orang yang bisa melihat kita dari hati ke hati, bukan karena tampang, materi, latar belakang, pendidikan dan lain-lain.
   
10. Tidak menusuk dari belakang
11.Tidak munafik

Kamis, 24 Maret 2011

Rahasia Kelemahan Cewek Cantik dan Seksi

Banyak orang (cowok) yang sering minder mendekati seorang cewek cantik nan seksi. Kebanyakan cowok punya rasa tidak percaya diri jika mau "menembak" cewek cantik dan seksi itu. Yaa, mereka khawatir dan takut ditolak atau dicuekin, dan malu jika itu terjadi, karena bisa menjatuhkan harga diri si cowok. Masak sih kok ditolak dan dicuekin si cewek... hahaha..

Padahal jika para cowok tahu kelemahan si cewek cantik nan seksi itu, wah... dijamin bakal jadi cowok yang "pede" setengah hidup deh...

Ok, saya beberkan bagaimana sebenarnya yang ada di dalam pikiran CEWEK CANTIK nan SEKSI ini:

1. Dia sebenarnya juga sangat berharap perhatian dari para cowok di sekelilingnya. Itu bisa dicermati dari gayanya yang memang sengaja dibuat-buat untuk menarik perhatian cowok. Jika gak ada satu pun cowok yang perhatian, aslinya dia akan merasa dongkol banget deh... hehehe...

2. Kalo sudah berhasil memikat cowok agar "ngiler" setelah melihat dirinya, maka si cewek berlagak jual mahal. Tujuannya biar si cowok makin ngebet ke dia, dan kepikiran terus sampai terbawa mimpi. Namun jika ternyata si cowok malah gak berani atau gak melanjutkan pendekatannya, dijamin si cewek pasti jadi kecewa dan mentalnya langsung down... karena akting memikat cowok gagal total... hahaha.. Padahal aslinya dia ngarep banget tuh cowok tetap berjuang untuk mendapatkan dirinya.

3. Cewek cantik nan seksi sebenarnya tidak butuh cowok yang ganteng, keren, atau atletis six pack. Cewek itu hanya butuh cowok yang punya KEPRIBADIAN BAIK dan MENGAGUMKAN, yaitu apakah si cowok punya mobil pribadi, rumah pribadi, villa pribadi, deposito pribadi dan hal-hal lain yang dimiliki secara pribadi... Echemm........

Tujuh Tanda Wanita Selingkuh

Ketika pria melakukan selingkuh, seakan banyak orang mahfum. Namun tidak demikian dengan wanita. Karenanya, waspadai ketika pasangan Anda ditancap panah asmara dari pria lain.

Standar selingkuh baik dilakukan pria ataupun wanita, bermacam-macam, begitulah menurut psikolog Imaniati Sasongko. Apalagi untuk zaman sekarang, lanjutnya, terlampau dangkal dianggap selingkuh bila wanita punya diskusi pria, atau teman pria buat sekadar nongkrong. Tapi kemudian masalahnya, memang sulit dibedakan tatkala perselingkuhan dengan bumbu percakapan bisnis ataupun sekadar pembicaraan dengan teman gaul. "Jadi, dibilang selingkuh tergantung nilai yang dianut keluarga itu dan dia pribadi," tutur Imaniati yang mengedepankan perkara seks sebagai penyebab nomor satu wanita berselingkuh. "Materi dan komunikasi yang tersendat merupakan masalah yang kesekian," tambahnya.

Hanya saja, wanita yang melakukan perselingkuhan, terlebih telah memindahkan hatinya kepada orang lain di samping pasangan tetapnya, bukanlah hal mudah. Itu sudah merupakan perjuangan tersendiri. Apalagi perannya sebagai istri dan sosok ibu dari anak-anaknya yang memposisikan dirinya sebagai tiang keluarga, telah ia lewati. Maka, berarti memang ada sesuatu yang sangat besar yang ia butuhkan.

Namun, perselingkuhan yang menyandung wanita, hampir bisa dibilang tak melulu menimbulkan perceraian. Tapi itu pun bergantung pada pasangan pria selingkuhannya. Bila selingkuhnya mendalam dan jauh, ditmabah si wanita melihat pasangan pria selingkuhannya bisa ia gantungkan, maka pasti kecenderungannya ia memilih. Tapi bila cuma berdasarkan urutan seksual belaka, maka perceraian menjadi pertimbangan yang sangat dalam.

Meski tak bisa dipungkiri wanita yang rentan berselingkuh adalah wanita bekerja, namun bukan berarti ibu rumah tangga tidak rentan. Hanya kebetulan, wanita bekerja memiliki peluang bersosialisasi lebih besar serta kesempatan lebih besar untuk membina hubungan interpersonal lebih akrab dengan pria lain selain pria pasangan tetapnya.

Maka, kalau sikap pasangan wanita mulai menunjukkan tanda-tanda berubah, hati-hatilah. Jangan-jangan ia telah berselingkuh. Psikolog Ismaniati Sasono memberikan ciri-ciri perubahan tingkah laku seseorang, yang dicurigai mengarah ke tindak selingkuh.


Kenalilah tanda-tandanya sejak dini :

1. Enggan Diusik
Sangat menikmati kesendirian, maka kebersamaan dengan pasangan berangsur berkurang.

2. Tidak Fokus
Pembicaraan cenderung tidak fokus dan acap melenceng dari topik, berakibat jawaban-jawaban menjadi kurang tepat.

3. Cepat Marah
Pertanyaan dinilai sebagai interogasi dan diliputi rasa dicurigai sehingga yang timbul kemarahan yang tidak jelas arahnya.

4. Perhatian Menurun
Pikiran telah berbagi akibat kehadiran orang lain, maka telah membuat perhatiannya terhadap pasangan menurun atau berkurang.

5. Sering Lupa
Janji makan siang atau malam hingga jadwal olahraga bersama cenderung terlewatkan. Yang lebih mengejutkan, lupa ulang tahun perkimpoian.

6. Sikap Defensif
Merasa rahasianya terancam dan untuk menutupi kebohongan-kebohongannya, ia menjadi cenderugn bertindak defensif.

7. Malas Bicara
Seperti merahasiakan beberapa kegiatan karena tak ingin diusik bahkan diketahui sehingga mulai jarang bercerita.

Beberapa faktor mempengeruhi seseorang berselingkuh:
1. Mendapat perlakuan kasar secara fisik, terintimidasi, terhina, dilecehkan dan tidak dihargai.

2. Kesepian mendera akibat kesibukan pasangan sehingga dibutuhkan seseorang sebagai tempat curhat.

3. Karier bagus, segala-galanya didapat dari pasangan tapi kebutuhan biologis tidak terpenuhi.

4. Ingin menikmati pengalmaan seksual yang berbeda, tidak dibatsi dengan hanya satu pasangan saja.

5. Petualangan cinta yang mendebarkan dirasa sebagai pemicu semangat hidup.

6. Penuaan diri yang merupakan momok menakutkan maka seks dengan daun muda untuk 'obat' awet muda.

7. Kepribadian lemah sehingga tak mampu mengelak gangguan atau godaan nakal pria.
 
 

Rabu, 23 Maret 2011

Dasar Prinsip Mengapa Pesawat Bisa Terbang - Hukum Bernoulli

Hukum Bernoulli

Bagaimana sayap dapat mengangkat pesawat?
Kalau kita perhatikan, bentuk dasar sebuah sayap pesawat terbang adalah seperti yang terlihat di gambar 1. Perhatikan bahwa dasar sayap adalah datar. Sedangkan permukaan atas sayap melengkung dengan sudut tertentu. Bentuk ini yang menyebabkan perbedaan tekanan antara bagian atas dan bagian bawah sayap mendorong pesawat ke atas.
Ini adalah aplikasi dari ide Bernoulli (1700-1782). Memang kalau kita mempelajari aerodinamika lebih dalam, teori ini mungkin tidak berlaku lagi pada kecepatan tertentu, tapi ide Bernoulli masih merupakan prinsip dasar dari cara kerja sebuah sayap pesawat.
Seorang penerbang tidak memerlukan aplikasi rumit dari persamaan Bernoulli, tapi dapat memahami cara kerja pesawat dengan memahami hukum fisika dari persamaan tersebut.

Bernoulli, dari namanya pasti dia bukan dari kampung halaman saya di Ponorogo, mengatakan bahwa, dalam sebuah streamline perbandingan antara tekanan fluida (udara dalam hal ini juga adalah fluida), dan kecepatannya adalah konstan. Pusing? Saya juga pusing.


 Jadi dalam gambar kedua, terlihat bahwa di dalam pipa di atas titik B dengan kecepatan yang lebih rendah maka tekanannya akan lebih tinggi.
Sedangkan di atas titik A, karena pipa yang dilewati fluida lebih sempit maka kecepatan menjadi lebih tinggi dan ternyata tekanannya menjadi lebih rendah. Jika anda membutuhkan rumus teori ini dapat dicari di Internet dengan mudah dengan kata kunci Bernoulli.
Aplikasi pada sayap pesawat
Dengan teori di atas, maka sayap pesawat di buat seperti gambar di bawah ini.


Udara akan mengalir melewati bagian atas sayap dan bagian bawah sayap. Sebenarnya bukan udara yang mengalir melewati sayap pesawat, tapi sayap pesawatlah yang maju “menembus” udara. Tapi kita akan mengasumsikan aliran ini dengan gambar sayap yang diam.
Dengan bentuk yang melengkung di atas, maka aliran udara di atas sayap membutuhkan jarak yang lebih panjang dan membuatnya “mengalir” lebih cepat dibandingkan dengan aliran udara di bawah sayap pesawat.
Karena kecepatan udara yang lebih cepat di atas sayap, maka tekanannya akan lebih rendah dibandingkan dengan tekanan udara yang “mengalir” di bawah sayap.
Tekanan di bawah sayap yang lebih besar akan “mengangkat” sayap pesawat dan disebut GAYA ANGKAT / LIFT.
Karena itu, kecepatan pesawat harus dijaga sesuai dengan rancangannya. Jika kecepatannya turun maka lift nya akan berkurang dan pesawat akan jatuh, dalam ilmu penerbangan disebut STALL. Kecepatan minimum ini disebut Stall Speed.
Jika kecepatan pesawat melebihi rancangannya maka juga akan terjadi stall yang dinamakan HIGH SPEED STALL.

Hal yang menarik dari kendaraan yang bernama pesawat terbang adalah terbang ke atas melawan gravitasi bumi. Ini di sebut lift atau gaya angkat. Untuk kesederhanaan tulisan, maka selanjutnya kata lift dan istilah-istilah lain hanya diterjemahkan di awal tulisan.
Pembahasan dalam aerodinamika ini dibatasi pada pesawat berbaling-baling dan bermesin piston. Aneka kombinasi letak mesin tidak dibahas. Pesawat dengan model seperti ini mempunyai mesin piston yang memutar baling-baling di depan pesawat. Seperti halnya kipas angin, baling-baling ini meniup udara ke belakang dengan kuat sehingga terjadi reaksi dari pesawat itu sendiri untuk bergerak ke depan. Gaya dorong dari baling-baling ini disebut THRUST. Gaya ini bekerja ke depan.

Pada waktu bergerak ke depan, udara yang dilewati oleh pesawat menghasilkan gesekan yang menahan gerakan pesawat tersebut. Gaya gesek ini disebut DRAG. Dengan adanya DRAG maka dibutuhkan lebih banyak THRUST untuk menggerakkan pesawat.
Pada waktu pesawat digerakkan ke depan dengan kecepatan tertentu, sayap menghasilkan gaya angkat yang disebut LIFT. LIFT ini bertambah seiring dengan bertambahnya kecepatan pesawat. Tapi jika kecepatan pesawat terus ditambah, maka DRAG yang terjadi akan terlalu besar dan sayap pesawat akan berhenti menghasilkan LIFT.
Gaya yang terakhir adalah gaya yang kita kenal dengan berat, yang dalam tulisan ini selanjutnya disebut WEIGHT.
dan ini dia penampakan Daniel Bernoulli gan